UZpWbxXip9lQB4gDgD99q25cJcz6IlNhM1darGVw

Contoh Askep Halusinasi Pendengaran | Asuhan Keperawatan Jiwa

Contoh Askep Halusinasi Pendengaran | Asuhan Keperawatan Jiwa- - -Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut.Naaah disini Asuhan Dunia Keperawatan akan membahas Contoh Laporan Pendahuluan, Makalah, Askep dan Artikel lengkap mengenai Halusinasi Pendengaran.
Contoh Askep Halusinasi Pendengaran | Asuhan Keperawatan Jiwa

Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA UNDIFFERENTIATED
DI RUANG WIJAYA KUSUMA RSJ MENUR SURABAYA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi hidup manusia menurut WHO, sehat diartikan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik, mental, dan sosial serta bukan saja keadaan terhindar dari sakit maupun kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain (Teguh, 2009). Kesehatan jiwa merupakan kondisi yang memfasilitasi secara optimal dan selaras dengan orang lain, sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan (Suliswati, 2005).
Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Disebutkan pula bahwa penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan orang lain, mengganggu ketertiban keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia mencapai 245 jiwa per 1000 penduduk hal ini merupakan kondisi yang sangat serius karena lebih tinggi 2,6 kali dari ketentuan WHO. Prevalensi penderita di Indonesia adalah 0,3-1% dan bisa timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita gangguan jiwa. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta mengalami skizofrenia. Tingginya angka gangguan kesehatan jiwa tersebut penyebabnya multifaktorial bisa diakibatkan masalah sosial, ekonomi, maupun gizi yang kurang dimana sekitar 99% pasien di Rumah Sakit Jiwa adalah penderita skizofrenia (Yosep, 2007). Skizofrenia adalah penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak dapat di definisikan sebagai penyakit tersendiri melainkan diduga sebagai suatu sindrom gangguan jiwa (Videbeck, 2008).
Studi yang dilakukan oleh Bank Dunia (World Bank) pada tahun 1995 di beberapa Negara menunjukkan bahwa hari-hari produktif yang hilang yang disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa sebesar 8,1 %. Angka ini jauh lebih tinggi dari pada dampak yang disebabkan penyakit tuberculosis(7,2%), kanker(5,8%), penyakit jantung (4,4%) maupun malaria (2,6%). Namun pada kenyataannya berdasarkan data Riskesdas 2007, ternyata terdapat sekitar 13.000-24.000 orang penderita gangguan jiwa di Indonesia yang diabaikan oleh keluarganya. Sedangkan di Jawa Tengah berdasarkan data dari Kabupaten/Kota sampai dengan Juni 2011 tercatat 3 tidak kurang 200 orang penderita gangguan jiwa tidak dibawa ke RSJ. Hasil penghitungan data jumlah pasien pada tahun 2010 di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang dengan rumus jumlah diagnosa / jumlah gangguan jiwa x 100% (jumlah gangguan jiwa: 3914). Pasien yang mengalami perilaku kekerasan sebanyak 1534 jiwa atau sekitar 39,2%, pasien yang mengalami gangguan persepsi halusinasi sebanyak 1606 jiwa atau sekitar 41%, pasien yang mengalami isolasi sosial : menarik diri sebanyak 457 jiwa atau sekitar 11,7%, pasien yang mengalami waham sebanyak 111 jiwa atau sekitar 2,8%, pasien yang mengalami gangguan konsep diri : harga diri rendah yaitu sebanyak 82 jiwa atau sekitar 2,1%, kemudian pasien yang mengalami depresi sebanyak 662 jiwa atau sekitar 16,9%, pasien yang ingin melakukan percobaan bunuh diri sebanyak 116 jiwa atau sekitar 2,3%, pasien yang sudah pulang dan kambuh lagi ada 4452 jiwa atau sekitar 11,5%, pasien skizofrenia sendiri ada 3912 jiwa atau sekitar 99,99%, kemudian jumlah pasien laki-laki sekitar 2357 jiwa, sedangkan pasien yang perempuan sebanyak 1557 jiwa (Arfian, 2010).

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan dan fenomena diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: bagaimana asuhan keperawatan pada Tn.M dengan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum :

Untuk memberikan gambaran nyata tentang pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah utama gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
1.3.2 Tujuan khusus :
1. Menggambarkan hasil pengkajian keperawatan pada Tn.M dengan Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
2. Mendiskripsikan diagnosa keperawatan pada Tn.M dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
3. Dapat menyusun perencanaan keperawatan untuk mengatasi masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran pada Tn.M.
4. Mendiskripsikan implementasi pada pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
5. Dapat mengevaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan
6. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.M dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penderita agar mempercepat penyembuhan.
1.4.2 Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan atau kebijaksanaan untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kejiwaan khususnya dalam memberikan tindakan pada pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan khususnya tentang asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
1.4.4 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran


BAB II

LANDASAN TEORI

I. Kasus (Masalah Utama)
Halusinasi
Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan yang merupakan gangguan pencerapan (persepsi) panca indra tanpa ada rangsangan dari luar yang dapat meliputi sistem penginderaan pada seorang dalam keadaan sadar penuh (baik).

II. Proses Terjadinya Masalah
A. Pengertian
Halusinasi adalah merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersiapkan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah pesan, respon, dan pengalaman sensori yang salah (Stuart Sudden, 2007).
B. Jenis – Jenis Halusinasi
Menurut Stuart Sudden, 2007, Halusinasi dibagi dalam:
1. Halusinasi Pendengaran / Auditorik
Karakteristik ditandai dengan mendengarkan suara terutama suara orang. Biasanya klien mendengarkan suara orang yang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal.
2. Halusinasi Penglihatan / Visual
Karakteristik ditandai dengan adanya stimulasi visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran, geometrik, gambar kartun dan panorama yang kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi Penghidu / Alfaktari
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau menjijikkan seperti darah, urin, faces. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dimensia.
4. Halusinasi Peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit. Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan stimulus yang jelas. Contohnya rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi Pengecap
Karakteristik ditandai dengan rasa mengecap seperti rasa darah, urin, faces.
6. Halusinasi Sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti rasa aliran darah vena atau arteri, pencernaan makanan, pembentukan urin.
7. Halusinasi Kinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. Penyebab
Penyebab perubahan sensori persepsi halusinasi adalah isolasi sosial. Isolasi Sosial adalah percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
Tanda dan gejala Isolasi sosial antara lain:
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
2. Menghindar dari orang lain
3. Komunikasi kurang atau tidak ada
4. Tidak ada kontak mata
5. Tidak melakukan aktifitas sehari – hari
6. Berdiam diri di kamar
7. Mobilitas kurang

D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala seseorang yang mengalami halusinasi adalah:
Tahap 1 ( Comforting )

  • Tertawa tidak sesuai dengan situasi
  • Menggerakkan bibir tanpa bicara
  • Bicara lambat
  • Diam dan pikirannya dipenuhi pikiran yang menyenangkan

2. Tahap 2 ( Condeming )

  • Cemas
  • Konsentrasi menurun
  • Ketidakmampuan membedakan realita

3. Tahap 3

  • Pasien cenderung mengikuti halusinasi
  • Kesulitan berhubungan dengan orang lain
  • Perhatian dan konsentrasi menurun
  • Afek labil
  • Kecemasan berat ( berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk )

4. Tahap 4 ( Controlling )

  • Pasien mengikuti halusinasi
  • Pasien tidak mampu mengendalikan diri
  • Beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


E. Akibat
Akibat dari perubahan sensori persepsi halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan adalah suatu perilaku mal adaftive dalam memanifestasikan perasaan marah yang dialami seseorang. Perilaku tersebut dapat berupa mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Marah sendiri merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Perasaan marah sendiri merupakan suatu hal yang wajar sepanjang perilaku yang dimanifestasikan berada pada rentang adaptif.

II. A. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori
( Halusinasi )

Isolasi sosial : Menarik Diri

Gangguan konsep diri, Harga diri rendah

B. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji
1. Masalah Keperawatan
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
c. Isolasi Sosial : Menarik Diri
2. Data Yang Perlu Dikaji
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Data Subjektif :
  • Klien mengatakan kesal atau benci terhadap seseorang
  • Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah
  • Riwayat prilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
Data Objektif :
  • Mata merah, wajah agak merah
  • Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai, berteriak, menjerit, memukul diri sendiri / orang lain
  • Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam
  • Merusak dan melempar barang – barang
b. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Data Subjektif :
  • Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulasi nyata
  • Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
  • Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
  • Klien merasakan makan sesuatu
  • Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
  • Klien takut pada suara / gambar / bunyi yang dilihat dan didengar
  • Klien ingin memukul / melempar barang – barang
Data Objektif :
  • Klien berbicara dan tertawa sendiri
  • Klien bersikap seperti mendengar / melihat sesuatu
  • Klien berhenti bicara ditengah – tengah kalimat untuk mendengar sesuatu
  • DisOrientasi
3. Isolasi Sosial : Menarik Diri
Data Subjektif:
  • Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa – apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Objektif :
  • Klien terlihat lebih suka sendiri, binggung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup, apatis, ekspresi sedih, komunikasi verbal kurang, aktivitas menurun, menolak berhubungan, kurang memperhatikan kebersihan.
IV. Diagnosa Keperawatan
“ Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi “

V. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
INTERVENSI :
1. Bina hubungan saling percaya dengan :

  • Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal
  • Perkenalkan diri dengan sopan
  • Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
  • Jelaskan tujuan pertemuan
  • Jujur dan menepati janji
  • Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
  • Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan klien

RASIONAL : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan interaksi selanjutnya

b. Klien dapat mengenal halusinasi.
Kriteria Evaluasi:

  • Klien dapat menyebutkan, waktu, isi dan frequensi timbulnya halusinasi
  • Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya

INTERVENSI :
1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
R/ Kontak dan singkat selain upaya membina hubungan saling percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.
2. Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya, berbicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri dan ke kanan seolah ada teman bicara
R/ Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam melakukan intervensi
3. Bantu klien mengenal halusinasi dengan cara :

  • Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di dengar
  • Jika klien menjawab “ada“ lanjutkan apa yang dikatakan halusinasinya
  • Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu. Namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa menuduh)
  • Katakan pada klien bahwa ada klien yang seperti dia
  • Katakan bahwa perawat akan membantu klien

R/ Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari faktor timbulnya halusinasi
4. Diskusikan kepada klien tentang :

  • Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi
  • Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore, malam, atau jika sendiri, jengkel, sedih )

R/ Dengan mengetahui waktu, isi, dan frekuensi munculnya halusinasinya mempermudah tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat
5. Diskusikan pada klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi ( marah, takut, sedih, senang ). Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
R/ Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria Evaluasi :

  • Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya
  • Klien dapat menyebutkan cara baru
  • Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasinya seperti yang telah di diskusikan
  • Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya
  • Klien dapat mengikuti aktifitas kelompok

INTERVENSI :
1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri, dll )
R/ Upaya untuk memutus siklus halusinasinya sehingga tidak berlanjut
2. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien jika bermanfaat beri pujian
R/ Reinforcement dapat meningkatkan harga diri klien
3. Diskusikan cara baru untuk memutuskan timbulnya halusinasinya :

  • Katakan “ saya tidak mau dengar kau “ pada saat halusinasi muncul
  • Menemui orang lain atau perawat, teman untuk bercakap – cakap atau mengetahui halusinasinya didengar
  • Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi tidak muncul
  • Meminta teman, keluarga, perawat menyapa jika klien tampak sendiri

R/ memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi
4. Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutuskan halusinasinya secara bertahap misalnya dengan :

  • Mengambil air wudhu dan sholat atau baca Al-Qur’an
  • Membersihkan rumah atau peralatan rumah
  • Mengikuti kegiatan sosial di masyarakat ( pengajian, gotong royong )
  • Mengikuti kegiatan olahraga di kampung ( jika masih muda )
  • Mencari teman merngobrol

R/ Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih cara mengendalikan halusinasinya
5. Beri kesempatan klien untuk melakukan cara yang telah dipilih
R/ Memberi kesempatan pada klien untuk mencoba cara yang dipilih
6. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktifitas kelompok orientasi realita dan stimulasi persepsi
R/ Stimulasi persepsi dapat mempengaruhi perubahan intepretasi realitas akibat halusinasi
d. Klien dapat dukungan keluarga untuk mengontrol halusinya
Kriteria Hasil :

  • Keluarga dapat saling percaya dengan perawat
  • Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dari tindakan untuk mengendalikan halusinasinya

INTERVENSI :
1. BHSP dengan menyebutkan nama, tujuan dengan sopan dan ramah
R/ Sebagai dasar untuk memperlancar interaksi selanjutnya
2. Anjurkan klien untuk menceritakan halusinasinya kepada keluarga
R/ Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasinya
3. Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung :

  • Pengertian halusinasi
  • Gejala halusinasi yang mendalam
  • Cara yang dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasinya
  • Cara merawat klien halusinasi dirumah, misalnya diberi kegiatan jangan di biarkan sendiri

Beri informasi kapan mendapat bantuan :
Halusinasi tidak terkontrol dapat mencederai orang lain
R/ Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang informasi halusinasi

e. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria Evaluasi :

  • Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat
  • Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
  • Klien dapat informasi tentang efek samping obat
  • Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa berkonsultasi
  • Klien dapat tahu prinsip penggunaan 5 tepat


INTERVENSI :
1. Diskusikan dengan keluarga tentang dosis, frequensi, dan manfaat obat
R/ Dapat menyebutkan dosis, frequensi, dan manfaat obat
2. Anjurkan klien meminta obat ke perawat
R/ Menilai kemampuan klien dapat pengobatan sendiri
3. Anjurkan klien bicara kepada dokter tentang manfaat dan efek samping yang dirasakan
R/ Dengan mengetahui efek samping, klien tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat
4. Diskusikan untuk berhenti minum obat tanpa diskuksi konsultasi dengan dokter
R/ Program pengobatan berjalan lancar
5. Bantu klien untuk menggunakan prinsip obat 5 tepat
R/ Dapat mengetahui prinsip penggunaan obat
Related Posts

Related Posts